Rencana pemerintah untuk melegalkan pertambangan emas di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, disambut baik oleh Raja Kaiely Fandi A. Wael. Ia menekankan bahwa proses legalisasi ini harus berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang dan masyarakat Kabupaten Buru pada umumnya.
Bagi para tokoh adat, legalisasi bukan sekadar proses administratif, tetapi menjadi momentum penting untuk menata ulang aktivitas pertambangan secara sah, terstruktur, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Dalam berbagai kesempatan, tokoh-tokoh adat menegaskan bahwa dukungan mereka terhadap rencana ini didasarkan pada harapan akan proses legalisasi yang transparan dan adil. Mereka juga menyoroti pentingnya penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal, para pekerja tambang, serta pemilik lahan yang telah lama bergantung pada sektor ini.
“Kami berharap rencana pemerintah ini menjadi ruang bersama untuk membangun keadilan. Legalitas itu penting, tetapi keadilan sosial jangan ditinggalkan,” ujar Raja Kaiely, Fandi A. Wael
Menanggapi perkembangan terbaru, Raja Kaiely menyampaikan imbauan agar masyarakat adat tidak mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan pembentukan koperasi atau kepentingan lainnya. Ia menegaskan bahwa masyarakat adat harus tetap menjadi pilar utama dalam membangun sistem pertambangan rakyat yang inklusif dan berkeadilan.
“Kita semua mendukung proses legalisasi ini, tetapi jangan sampai masyarakat adat dijadikan alat oleh oknum yang memiliki agenda tersembunyi. Proses ini harus berjalan terbuka dan melibatkan semua pihak secara adil,” tegas Raja Kaiely, Fandi A. Wael.
Pernyataan tersebut merupakan bentuk ketegasan Raja Kaiely dalam merespons maraknya penggunaan nama masyarakat adat oleh oknum tertentu demi kepentingan pribadi atau kelompoknya. Situasi ini telah memicu berbagai reaksi di tengah masyarakat.
“Saya menyerukan kepada masyarakat adat agar tidak mudah dimanfaatkan, dan semua langkah harus dikonsultasikan dengan raja sebagai pemimpin tertinggi dalam tatanan adat Kaiely,” tegas Raja Kaiely.
Sejumlah tokoh adat menilai bahwa pernyataan Raja Kaiely merupakan upaya untuk melindungi kepentingan bersama, serta mencegah potensi kesalahpahaman yang bisa memperkeruh suasana. Di tengah upaya membangun kepercayaan dan kerja sama lintas elemen masyarakat, suasana yang tenang dan komunikasi yang membangun sangat dibutuhkan.
“Saat ini yang kita butuhkan adalah ketenangan dan komunikasi yang solutif, seperti yang sedang diupayakan oleh raja,” kata tokoh masyarakat setempat, Hasan Wael.
Para tokoh adat dan elemen masyarakat berharap agar seluruh pihak yang terlibat dalam proses legalisasi ini mengedepankan komunikasi yang bijaksana. Setiap langkah dan pernyataan publik hendaknya mencerminkan semangat gotong royong, saling menghargai, dan tekad bersama untuk menciptakan pengelolaan tambang rakyat yang adil dan berkelanjutan.
Rencana pemerintah tidak hanya menyentuh aspek legalitas administratif, tetapi juga aspek sosial yang mendalam: membangun kepercayaan, memperkuat partisipasi masyarakat, dan menjamin hak-hak seluruh pihak yang terdampak.
Dengan menjunjung tinggi prinsip musyawarah dan keadilan, legalisasi tambang ini diharapkan menjadi tonggak perubahan positif bagi masyarakat Buru, sekaligus menjadi contoh pengelolaan sumber daya alam yang manusiawi dan berkelanjutan.
Raja Kaiely juga menegaskan agar tidak ada lagi pihak yang mempermainkan masyarakat adat dengan mengatasnamakan mereka, apalagi sampai menggunakan nama adat atau nama dirinya untuk kepentingan sepihak.
Tidak ada komentar