Musik Tradisional Hadrah Minsel, Butuh Perhatian Lebih Pemerintah

FOX News
27 Okt 2016 14:54
MINSEL 0 25
3 menit membaca
Alat musik Tradisional Hadrah dan sejumlah pemainnya saat mengiringi acara pernikahan di Minsel.(mardi/telegrafnews)

TELEGRAF- Musik Tradisional Hadrah, adalah satu dari sekian alat musik tradisional di Indonesia yang berasal dari Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

Masyarakat Tanjung Maasin, Desa Bajo, Kecamatan Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Sulut mengakui, Musik Tradisional Hadrah, berasal dari daerahnya dan masih butuh perhatian lebih pemerintah

Hal ini dibuktikan dengan pengakuan Robo Papeo (47), yang merupakan generasi ke-7 penerus Musik Tradisional Hadrah. Meski tak menjelaskan asal muasal Hadrah, dan siapa pencipta awal, namun dia yakin, Hadra adalah alat musik tradisional yang pertama kali dimainkan oleh leluhurnya di Tanjung Maasin.

“Saya tidak tidak bisa merinci asal muasal Handra, sebab kami cuma diceritakan tanpa ada yang mencatat perjalanan sejarahnya. Tapi yang saya ingat, Hadra sudah ada di Tanjung Maasin sejak Tahun 1950-an,” ujar Robo sekaligus sebagai ketua Musik Tradisional Hadrah ini pada telegrafnews.co, Kamis, (27/10) 2016.

Seiring perkembangan zaman, Hadrah tetap digandrungi kawula muda. Hal ini terlihat ketika hari-hari besar Islam, pernikahan, hajatan, penyambutan tamu, dan tak jarang pula Hadra dihadirkan ketika ada acara-acara resmi di Pemkab Minsel.

“Sejauh ini Hadra sangat diterima di masyarakat. Dukungan penuh pemerintah pun sangat kami harapkan dalam bentuk promosi meluas. Pasalnya Hadra cuma sering dimainkan di Minsel, Bolmong, Manado, beberapa daerah di Minahasa. Belum pernah dimainkan di luar Sulut,” jelas Robo.

Warga Tanjung Maasin berharap, melalui promosi yang meluas, Hadra yang merupakan salah satu kekayaan budaya Minsel bisa mendunia. Muaranya, tak lain membanggakan Sulut dan Minsel secara khusus, serta ikut menyejahterakan rakyat.

“Jika Hadra ini booming, yakin saja mampu menarik tingkat wisatawan dari berbagai penjuru dunia,” ungkap Harum, warga Desa Bajo.

Hadra merupakan musik menyerupai Kasida dari Sulawesi Selatan. Bentuknya bulat, dilapisi kayu dan ditutupi dengan kulit kambing yang sudah dikeringkan (mirip beduk).

Di sisi luar kayu yang berbentuk bundar berdiameter sekitar 100 Centimeter tersebut, sebagian sisinya dilubangi lalu digantungi tembaga berbentuk bulat mirip uang koin, dan ada juga bentukny polos tanpa rinci tembaga. Hadra mengeluarkan suara dengan cara ditepuk mengikuti irama lagu.

Alat musik tradisional ini pemainnya tidak dibatasi. Saat dimainkan semua pemain maupun penari saling berhadapan dan sesekali berpegangan dan melambaikan tangan, mengikuti irama musik dan ritme lagu.

Jika ditarik ke belakang melalui sejarah tertulis. Hadra sudah ada di Sulut sejak perang Diponegoro Tahun 1825 di Kampung Jawa Tondano (Jaton), Kabupaten Minahasa, dan diakumulasi-multikultur dari beberapa pahlawan nasional yang diasingkan oleh Kolonial Belanda di Tondano.

Hadra awal mula diperkenankan para pejuang dari Pulau Sumatera (Palembang, Padang, dan Aceh), dan 63 pahlawan lainnya dari Batavia-Jakarta, Kendal, Ambon, dan lainnya.

Karenanya tak heran, musik dan kostum pemain Hadra bernuansa melayu, dan ritme lagu serta isinya mengandung fadhilah. Kini Hadra sudah menjadi aset budaya pemerintah Minahasa dan kehadirannya sangat diterima oleh masyarakat Sulut. (mardi)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *