 |
BEDAH BUKU: Aditya Didi Moha merefleksikan karyanyadalam buku Ekonomi Politik Keshatan. (nanang/telegrafnews) |
TELEGRAFNEWS – Bicara pelayanan publik, persoalan ekonomi, politik dan kesehatan, merupakan instrumen penting dan saling berkaitan. Ketiganya bersinergi, sebab menjadi kebutuhan dasar yang diperlukan masyarakat.
Berangkat dari instrumen tersebut, anggota komisi XI DPR RI Aditya Moha S.Ked, menggandeng tiga pakar Sulut yang memiliki kompetensi dan kemampuan dibidangnya. Yakni Dr.
dr. H. Taufiq Pasiak, M.Pdi.,M.Kes (pakar kesehatan), Dr. Noldy Tuera (pakar ekonomi Unsrat) dan Dr. Ferry D.
Liando (pakar politik Unsrat).
Bersama ketiganya, Aditya Moha, secara spesifik membedah buku karyanya berjudul “Ekonomi Politik Kesehatan Indonesia“. Diskusi publik melibatkan masyarakat, mahasiswa, LSM, Ormas serta aktivis, digagas di rumah kopi RA, di Kelurahan Ternate Baru, Kecamatan Singkil, Kota Manado, Sulut pada Sabtu (8/4) 2017 sore.
Didi Moha sapaan akrab politisi Golkar itu, secara implisit membedah dan merefleksikan buah pemikirannya tentang kebijakan kesehatan. Di situ, Didi Moha secara gamblang mengutarakan keresahannya, ‘kegalaunnya’, menyangkut keberpihakan regulasi yang bermuara pada optimalisasi pelayanan kesehatan sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat Indonesia khususnya Sulut.
“Buku dengan 100 lebih halaman tersebut, memang masih jauh dari kesempurnaan, namun setidaknya bisa dijadikan instrumen bersama bagi semua komponen khususnya pemangku kepentingan. Oto kritik, masukan serta input diperlukan bersama, sebab saat ini momok pelayanan kesehatan di Indonesia masih jauh dari harapan, tapi itulah fakta real yang terjadi di Negara ini. Kesehatan penting dan mahal, dengan hadirnya pengaturan regulasi yang memadai dan berpihak pada kepentingan publik, rakyat secara penuh bisa mendapatkan progres pelayanan kesehatan yang memadai,” beber anggota DPR RI dua periode ini.
Taufik Pasiak menilai, secara parsial buku berjudul Ekonomi Politik Kesehatan, karya Aditya Moha penting untuk didengungkan semua komponen. Meski muatannya lebih mengurucut pada persoalan politik, dimana politik sebagai police atau wasit, diharapkan mampu memberikan stimulan mendasar tentang regulasi yang membingkai mekanisme pelayanan kesehatan.
“Kesehatan itu adalah hal mendasar, dalam bingkai politik, regulasinya harus benar-benar menunjukan keberpihakan pada pelayanan publik. Tanpa saya menceritkan lebih jauh, kita bisa lihat bersama bagaimana buruknya sistem pelayanan kesehatan. Dari sisi bahasa Hospital itu bermakna pelayanan ramah dan nyaman, di Indonesia menyebutnya Rumah Sakit, dari tata bahasanya saja sangat jelas perbedaan, rumah sakit khusus orang-orang sakit harusya mereka diberikan pelayanan memadai,” bebernya.
Setidaknya, kata Pasiak, Didi Moha, lewat bukunya mampu memberikan ruang kontribusi besar soal peran regulasi.
“Saya khawatir, jika ke depan, dunia kesehatan beralih menjadi industri kesehatan yang mengedepankan profit. Dari sisi pelayanan sebenarnya itu bagus, namun jelas akan terjadi ruang kesenjangan dan ketimpangan yang jauh terutama bagi rakyat dengan kemampuan ekonomi pas-pasan. Olehnya, kami berharap sebagai anggota DPR RI, Aditya Moha mampu mengoptimalkan pengaturan regulasi memadai tentang pelayanan kesehatan,” terang Pasiak.
Menyambung itu, pakar Politik Sulut Dr Ferry Liando, menggambarkan instrumen politik diperlukan dalam hal mengatur bingkai pelayanan kesehatan. Dia mencontohkan soal fenomena, transportasi online di Sulut dan belakangan mendapat perlawanan dari pelaku transportasi lokal.
“Artinya, bahwa keberpihkan kebijakan publik terutama menyangkut regulasi sangatlah penting. Karena dari situ, esensi atas perbaikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat bisa berjalan optimal. Dan ini menjadi harapan semua pihak,” tandasnya.
Mengakhiri diskusi tersebut, Idham Malewa SE selaku moderater, menyimpulkan beberpa buah pikiran yang dihasilkan Aditya Didi Moha lewat karyanya. Dimana, buku berjudul ‘Ekonomi Politik Kesehatan Indonesia” mampu membuka cakrawala baru pemikiran masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang selama ini belum berpihak.
“Olehnya, cakrawala baru buah pemikiran Aditya Moha ini, setidaknya sudah membuka kesadaran masyarakat tentang pelayanan kesehatan. Seperti, pelayanan BPJS yang dinilai belum diketahui secara detail oleh rakyat,” tutupnya mengakhiri diskusi tersebut. (nanang noholo)
Tidak ada komentar