 |
Rosi saat mengolah Laluga menjadi Ketang-Ketang. (rey) |
TELEGRAFNEWS – Miangas, pulau di ujung utara NKRI yang berbatasan langsung dengan Filipina hanya memiliki luas daratan sekira 6,3 km. Dari luas itu, sekira 28 persennya berupa rawa yang ditumbuhi sagu dan tanaman sejenis talas yang oleh penduduk setempat dikenal sebagai Laluga.
Di Pulau Miangas tidak ada sawah irigasi juga tadah hujan untuk menanam padi, maka sejak dahulu warga setempat mengolah sagu dan Laluga sebagai makanan pokok.
Namun seiring waktu, kedua pangan lokal itu kini hanya dibiarkan atau sekedar dijadikan makanan pelengkap, bahkan hanya sebagai pakan ternak.
Nah, di tengah ketidakpedulian sebagian besar warga terhadap pangan lokal tersebut, ditangan Rosi Kagiling, Laluga justru diolah menjadi sebuah makanan ringan atau kue yang gurih dan renyah, yang disebutnya dengan nama Ketang-Ketang Laluga yang bernilai ekonomi.
Dalam kesehariannya, Rosi dibantu oleh keluarganya mengambil umbi laluga itu di rawa. Usahanya ini menghabiskan waktu yang cukup lala untuk uji coba.
“Awalnya keras dan tidak gurih,” kata Rosi, kepada TelegrafNews, ditemui dirumahnya, Rabu (8/2) 2017 kemarin.
Tak putus asa, dia terus mencoba dan mencoba, hingga akhirnya menemukan olahan yang tepat dan menjadikan Ketang-Ketang Laluga itu terasa renyah dan gurih.
Ketika olahan tersebut berhasil, Rosi mulai menjualnya, namun masih dalam jumlah kecil dan terbatas sesuai pesanan baik dari warga di desa Miangas, juga warga Miangas yang berada di luar seperti di Manado.
“Satu toples biasanya saya jual Rp.50 ribu. Lumayanlah setidaknya bisa membantu biaya hidup keluarga,” tuturnya.
Hasil Kreatifitas Berubah Jadi Oleh-oleh Khas Miangas
Rosi menuturkan, meski melelahkan saat membuatnya, usaha Ketang-Ketang Laluga punya prospek menjanjikan bagi usaha ekonomi rumah tangga.
Apalagi dengan adanya bandara, Ketang-Ketang Laluga ini bisa menjadi oleh-oleh khas Miangas yang bisa dibawah pulang oleh mereka yang berkunjung ke Miangas.
“Tapi itu tentunya harus ditunjang dengan modal yang sedikit besar, karena kita harus membuatnya dalam kemasan yang sehat dan menarik,” ujarnya, sambil berharap agar Dana Desa yang disalurkan pemerintah boleh diarahkan untuk pengembangan dan peningkatan usaha ekonomi rumah tangga yang berbasis potensi lokal. (reynaldus atapunang)
Tidak ada komentar