 |
Kuskus (Ailurops Ursinus) (mardi) |
TELEGRAF-Jika selama ini pusat perhatian dunia, baik wisatawan maupun para ahli peneliti mengenal Australia sebagai negerinya Kanguru. Di Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara-Indonesia, juga memiliki Kanguru. Uniknya ia hidup di atas pohon.
Adalah Kuskus betina (Ailurops Ursinus), binatang herbivora yang memiliki kantung bulat di bagian perut untuk menyimpan bayi/anaknya ketika masih butuh asuan sang ibu. (Kuskus jantan tak miliki kantung).
Mamalia ini memang kerap disamakan dengan Kanguru dalam segi kantung penyimpan anak, tapi bukan Kanguru.
Kuskus menghabiskan waktunya di atas pohon dengan memakan buah dan dedaunan. Kuskus juga dikenal sebagai satwa pendiam dan soliter terhadap satwa lain, terlebih pada sesamanya.
Dari 5 genus endemik Kuskus di dunia, 4 terdapat di Indonesia. Dua jenis di antaranya ada di Pulau Sulawesi. Kuskus terbesar dan terberat di dunia, ada di Cagar Alam Tangkoko Bitung, Sulawesi Utara.
Berat Kuskus dewasa di Cagar Alam Tangkoko, tak kurang dari 8 Kilogram dan memiliki panjang keseluruhan tubuhnya, menghampiri 1 meter.
Penyebaran habitat Kuskus, sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Seperti Maluku, Papua New Guinea, dan beberapa wilayah lainnya di KTI. Sementara satu jenis lainnya, berada di Queensland, negara bagian Timur Australia.
Ciri fisik menyerupai Kukang, tapi Kuskus lebih serupa Beruang. Mulai dari bentuk wajah, kuku, dan beberapa anggota tubuh lainnya. Kupingnya kecil, bulunya berwarna coklat, menutupi keseluruhan tubuhnya, kecuali bagian hidung, moncong, dan lingkaran mata ditutupi kulit hitam gelap.
Sementara panjang ekornya, 54 Centimeter, atau kurang sekitar 2 Centimeter dari panjang badannya. Sebagian besar ekornya tak ditumbuhi bulu, seperti ekor tikus.
Selain tangan dan kaki. Ekor Kuskus lebih banyak berperan digunakan untuk berpindah dari dahan ke dahan di atas pohon. Ekor Kuskus juga, mampu menahan berat badannya ketika hendak menjangkau sumber makanan yang sulit diraihnya. Dengan cara meilingkarkan ekor di ranting pohon.
Menjelajahi Hutan Lindung Tangkoko, memang tak semuanya bisa beruntung menjumpai Kuskus. Bahkan tak sedikit wisatawan terpaksa kecewa dan memaksa batinnya berbalik arah melihat satwa lainnya saja.
Entah mungkin secara kebetulan, telegrafnews.co yang baru kali pertamanya menjajaki hutan rimba Tangkoko dengan tujuan melihat Yaki (Macaca Nigra) monyet hitam khas Sulawesi Utara. Takdir berkendak lain, akhirnya mempertemukan, dan terlihat seekor Kuskus sedang duduk manis di atas pohon besar setinggi kurang lebih 50 meter.
Sementara tujuan melihat Yaki yang menjadi tujuan utama, pun sangat berhasil. Bahkan melebihi dari harapan. Mungkin bila disangkutpautkan dengan kehadiran telegrafnews.co yang baru seumuran jagung menyapa pembaca, skala nasional dan internasional. Spontan menjadi traffic tertinggi versi Alexa.com, menyalip para media online pendahulunya di Sulawesi Utara, bahkan beberapa media online global lainnya.
Menjadi salah satu takdir yang tak bisa dihindari.
Bahkan beberapa situs dan perusahaan raksasa dunia dan tanah air, kini menjamur menempelkan informasi produk dalam pemberitaan telegrafnews.co. Apa mungkin karena secara kebetulan atau bagaimana, entalah.
Lanjut pembahasan Kuskus. Daripada mubazir, hanya dengan melihat Kuskus tanpa dipublikasikan. Telegrafnews.co mengambil kamera dan mengabadikan Kuskus dari jarak sekitar 80 meter atau bergeser 20 meter dari bawah pohon tempat Kaskus itu duduk santai.
Dengan bidikan lensa zoom focus sembari menahan nafas. Kamera digital jadul akhirnya berhasil juga mengabadikan momen Kuskus di alam liar. Meskipun pada pengambilan gambar tertutupi dedaunan karena tipuan angin lumayan menggoyahkan ranting pohon di depan Kuskus itu duduk, kala itu.
Seperti diketahui kini nasib Kuskus dihabitat aslinya terancam bahaya. Meskipun dilindungi dengan undang-undang, tapi tak sedikit tergiur mengambilnya sebagai binatang peliharaan rumah.
Namun di Konservasi Cagar Alam Tangkoko, populasi Kuskus tetap dijaga ketat meskipun kini sudah tak seberapa lagi hidup di alam liar.
Untuk menemukan satwa ini di Cagar Alam Tangkoko, wisatawan harus pandai-pandai memperhatikan pohon ketika masuk menyusuri hutan. Sebab kini populasi hanya ditemukan antara satu dan dua ekor per kilometer persegi, bahkan tak menutup kemungkinan, bisa lebih. Itu bila beruntung.
Adapun undang-undang yang mengatur perlindungan salah satu satwa di Indonesia ini, tertuang dalam PP. NO.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Sayangnya, aturan tersebut hanya memasukkan Phalanger, sementara 3 genus lainnya Strigocuscus, Ailurops (Kuskus Sulawesi Utara), dan Spilocuscus, tak termasuk.
Karenanya tak heran, jika Kuskus dan genus lainnya yang tak dilindungi negara diperlihara bebas, dan bahkan mungkin diperjualbelikan.(mardi)
Tidak ada komentar