 |
Ratumbanua (Ketua Adat) Miangas, Eksam Larengo Pitaratu (rey/telegrafnews)
|
TELEGRAF- Soal adanya penyimpangan warga terhadap tradisi perkawinan di Pulau Miangas, tak ditampik Ratumbanua (Ketua Adat) Miangas. Hanya saja, persoalan ini bukan merupakan tradisi yang dipelihara dan tumbuh subur di pulau terluar NKRI ini.
Secara kultur sosial, masyarakat Pulau Miangas, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, sangat menunjung tradisi leluhur. Tapi memang, ada saja segelintir oknum yang melakukan penyimpangan adat meski mereka masih berstatus terikat perkawinan sah.
“Memang pernah terjadi seperti itu (wanita poliandri), tapi itu sudah lama. Dan mereka sudah diberikan sanksi adat berkali-kali, sejatinya apa yang dilakukan bukan merupakan tradisi atau adat di Pulau Miangas, namun penyimpangan adat segelintir oknum warga,” kata Ratumbanua Miangas Eksam Larengo Pitaratu kepada telegrafnews.co.
Ada dari mereka (contohnya bibi), lanjut Pitaratu, sudah dikenakan tradisi sanksi adat berkali-kali seperti Manengke Tambore, Mangui Mamariwu Soa (memukul tambor keliling kampug sambil teriakan ‘Jangan Ikuti Saya’) dan Malaha Tata Wanua (memberi makan bagi pentua kampung) bagi pria atau wanita yang sudah menikah dan kedapatan berselingkuh di Desa Miangas, Kecamatan Khusus, Talaud, dijalankan secara ketat turun temurun, tapi masih saja ada warga yang melanggar.
Akibatnya warga tersebut pun harus rela hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan yang sah baik secara agama maupun pemerintah.
Berita Sebelumnya:
“Tradisi denda adat Malaha Tata Wanua itu sudah beberapa kali dilakukan, sebab ada beberapa warga yang kedapatan melanggar aturan adat. Tapi itu sudah lama, sekarang tidak lagi terjadi,” ujar Ratumbanua kepada Telegrafnews.co, kemarin.
Dia menambahkan, sanksi adat itu tidak hanya berhenti pada upacara memberi makan pentua adat atau Malaha Tata Wanua. Sebab, bila salah satu pihak yang mendapat sanksi itu masih terikat perkawinan yang sah, adat tidak mengizinkan untuk dilakukan perkawinan.
“Aturan adat itu kan dibuat dalam rangka menjaga keutuhan rumah tangga dan menghormati sucinya perkawinan. Karena itu saya himbau agar semua kita, khususnya di Miangas mematuhi aturan adat tersebut. Soal adanya segelintir warga yang terlibat seperti ini, sudah diberikan sanksi, dan ini bukan tradisi di Miangas,” kuncinya. (reynaldus atapunang)
Tidak ada komentar