 |
Tampak para pengungsi sampang pada beberapa waktu lalu.(foto:dok) |
TELEGRAF – Sungguh aneh bila diskriminasi agama masih tumbuh subur di negeri yang mengklaim diri menganut sistem demokrasi. Demokrasi yang seharusnya memberikan ruang kebebasan bagi rakyatnya, nyatanya justru menjadi ajang untuk membelenggu kebebasan itu sendiri. Mirisnya, kejadian tersebut terjadi di bumi pertiwi, Indonesia.
Seperti yang dialami pengikut Syiah di Sampang Jawa Timur ini. Sejak diusir beberapa tahun lalu dari kampung halammnya, Sampang, Jawa Timur, puluhan pengikut Syiah hingga kini belum juga dipulangkan. Mereka terpaksa melalui hari-hari mereka di tempat yang jauh dari kampung halamannya dengan fasilitas seadanya, termasuk saat perayaan lebaran.
Di momen lebaran Ied Adha tahun ini, setidaknya 90 Kepala Keluarga penganut Syiah asal Sampang tidak bisa merayakannya. Mereka terpaksa merayakan salah satu hari besar agama Islam tersebut di tempat pengungsian, yakni di Rusunawa Puspa Agro, Desa Jemundo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Para penganut Syiah tersebut mengaku sebenarnya sudah cukup bosan berada di Rusunawa Puspa Agro dan ingin pulang ke kampong halaman mereka, yakni Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, dan Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang. Keduanya di Kabupaten Sampang.
Namun, para pengungsi Syiah pimpinan Tajul Muluk tersebut tidak dapat mewujudkan keinginannya pulang ke kampung halaman. Sebabnya, sanak-kerabat, saudara, dan para tetangga di desa mereka di Sampang sampai saat ini masih belum bisa menerima mereka untuk kembali berkumpul bersama seperi dulu.
“Mau gimana lagi?” pasrah Tajul Muluk, Sabtu (10/9) 2016, lalu.
Bahkan, saat berkunjung beberapa hari lalu, Pemerintah kabupaten Sampang justru mengingatkan para jamaah Syiah di Sidoarjo agar jangan sekali-sekali pulang kampung walau hanya sekedar bersilaturrahmi.
Tajul Muluk mengatakan, 90 KK yang bersamanya saat ini bekerja sebagai kuli batok kelapa dan pengupas kelapa untuk pembuatan santan di pabrik sekitar.
“Ya, sehari-hari hanya menjadi tukang kelapa, tidak ada kerjaan lain,” ucapnya. (watir pradika)
Tidak ada komentar