 |
Lord Arthur Malonda (ist) |
TELEGRAF-Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) sebagai regulasi yang merupakan peraturan pelaksanaan terhadap undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 10 Tahun 2016, teridentifikasi potensial menimbulkan permasalahan.
Hal ini terkait dengan tahapan pemutakhiran data pemilih yang diatur dengan PKPU Nomor 4 tahun 2015 dan perubahannya yaitu PKPU Nomor 8 Tahun 2016.
Dari beberapa potensi masalah yang teridentifikasi, maka KPU Kabupaten Minahasa bakal mengajukan kajian usulan perubahan regulasi. Demikian inti pembahasan dalam Focus Group Disscussion (FGD) Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemutakhiran Data Pemilih yang digelar KPU Kabupaten Minahasa, di Meeting Room Kantor KPU Kabupaten Minahasa, Kamis (24/11) 2016.
FGD yang merupakan session ketiga dari serangkaian paket program FGD persiapan Pilkada 2018 yang diprogramkan KPU Kabupaten Minahasa tersebut, menghadirkan nara sumber Lord Arthur Malonda, SPd, selaku komisioner KPU Minahasa membidangi divisi perencanaan dan data.
Malonda dalam pemaparan materinya terkait potensi masalah regulasi tahapan pemutakhiran data pemilih mengungkapkan, beberapa catatan berdasarkan kajian regulasi dan pengalaman penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten Minahasa.
Masalah yang diangkat diantaranya terkait sinkronisasi Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) dengan DPT Pemilu atau pemilihan terakhir serta masalah penggunaan KTP elektronik (e-KTP) dalam pendaftaran pemilih.
“Ada perbedaan bunyi Pasal 58 ayat 1, jika kita bandingkan UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 8 Tahun 2015 dan UU Nomor 10 Tahun 2016. Pada 2 Undang-undang terdahulu, DP4 merupakan bahan penyusunan Daftar Pemilih yang nantinya dimutakhirkan oleh PPS. Namun dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, yang menjadi bahan penyusunan Daftar Pemilih adalah DPT Pemilu terakhir dengan mempertimbangkan DP4 dari pemerintah,” ungkap Mantan Ketua Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kabupaten Minahasa tersebut.
Dirinya berpendapat bahwa dengan adanya perubahan undang-undang tersebut, sebaiknya Peraturan KPU tentang pemutakhiran data pemilih tidak lagi mengatur adanya sinkronisasi dan analisis DP4, karena fungsinya hanya sebagai bahan pertimbangan atau data pembanding, bukan sebagai bahan dasar lagi.
“Kalau disinkronkan dengan DPT maka akibatnya berdasarkan pengalaman, jumlah pemilih dalam daftar pemilih potensial bertambah. Bahkan pengalaman Pilgub tahun 2015 di Kabupaten Minahasa, hasil sinkronisasi justru menyebabkan lonjakan jumlah pemilih sampai melebihi jumlah penduduk,” terang Malonda yang juga berpengalaman sebagai mantan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kakas. (martsindy rasuh)
Tidak ada komentar