 |
Suasana perdebatan qorum tidaknya paripurna Tatib di DPRD. (ist) |
TELEGRAFNEWS – Perdebatan soal qorum tidaknya pelaksanaan sidang paripurna penetapan perubahan tata tertib (Tatib) yang digelar legislator Minahasa Utara pada Senin (6/3) 2017 lalu, terjawab sudah.
Dengan begitu, paripurna pengesahan Tatib dan pergantian dua pimpinan Fraksi yakni Golkar dan Demokrat boleh dibilang illegal, sebab menyalahi aturan tentang qorum digelarnya paripurna. Pun soal hasil pemilihan alat kelengkapan dewan (AKD) yang diparipurnakan pada Kamis (9/3) 2017 kemarin, bisa dipastikan tidak sah.
Merujuk Permendegri nomor 80 tahun 2016, secara detail hal itu dijelaskan dalam bab XXXIV pasal 189 ayat 1. Dimana, pengambilan keputusan untuk perubahan Tatib sekurang-kurangnya harus dihadiri 2/3 dari anggota DPRD. Artinya, dari total 30 anggota DPRD, sidang paripurna menyangkut pengesahan Tatib harus dihadiri 20 personil, sementara dalam paripurna yang sudah disahkan itu hanya dihadiri 18 legislator sesuai fisik awal dibukanya sidang.
Mengetahui hal tersebut, Moses Corneles yang merupakan ketua Pansus Tatib DPRD, enggan berkomentar lebih. Diwawancarai TelegrafNews, Corneles mengaku kaget usai membaca pasal tentang qorum paripurna Tatib.
“Waduh, coba tanyakan saja ke pimpinan DPRD,” ujarnya dengan raut kaget usai membaca pasal tersebut Jumat (10/3) 2017 siang.
Selain Corneles, beberapa legislator Yetty Karamoy, Joseph Dengah, Jimmy Mekel dan Nona Rimporok, juga kaget setelah membaca pasal tersebut.
“Jika seperti ini bisa dipastikan ulang, hasilnya tidak sah,” kata Karamoy disambut wajah heran Joseph Dengah.
“berarti benar apa yang disampaikan pak Denny Sompie dan Edwin Nelwan, mereka sudah mengingatkan soal itu sejak awal,” sahut Rimporok.
Denny Sompie yang dimintai tanggapan, memilih menyerahkan pada pimpinan, sebab dari awal apa yang disampaikan itu bukan untuk menjatuhkan. Namun, bertujuan pada pembenahan apa lagi menyangkut keputusan secara kelembagaan.
“Yang perlu ditinjau soal pelaksanaan paripurnanya saja, namun sesuai hasil Tatib itu tidak perlu,” tandasnya.
Aktivis Minut Husain Tuahnus, mempertanyakan kredibelitas lembaga legislatif. Menurutnya, peristiwa paripurna seperti ini harusnya tidak terjadi di DPRD, sebab ini sangat memalukan dan merusak citra kelembagaan.
“Apa jadinya, jika institusi DPRD melakukan hal ini, sangat memalukan. Dan boleh dibilang kesalahan paripurna illegal seperti ini, baru pertama kali terjadi,” ujarnya menyesalkan.
Sayangnya, ketua DPRD Berty Kapojos belum bisa dikonformasi soal kesalahan tidak qorumnya paripurna Tatib dan hasil AKD. Dihubungi via HP dalam kondisi tak aktiv. Namun sesuai informasi, jika hal ini sudah diketahui Kapojos.
Sebelumnya, dua legislat0r yakni Edwin Nelwan dan Denny Sompie sudah mengingatkan hal tersebut. Namun adanya perbedaan perspektif, soal qorum tidaknya paripurna menyebabkan pimpinan DPRD yakni Berty Kapojos dan Denny Wowiling yang kala itu memimpin sidang paripurna menggunakan standar 1/2 tambah satu anggota yang hadir. (man/redaksi)
Tidak ada komentar