Ini Penegasan Tetua Adat Miangas Soal Larangan Perkawinan Poliandri

FOX News
24 Okt 2016 09:21
2 menit membaca
 Ratumbanua (Ketua Adat) Miangas, Eksam Larengo Pitaratu (rey/telegrafnews)

TELEGRAF– Masyarakat Kepulauan Talaud masih memegang teguh adat dan tradisi, termasuk dalam hal hidup berumah tangga yang menjunjung tinggi perkawinan monogam. Seperti yang ada di Desa Miangas, Kecamatan Khusus Miangas. 


Berita Sebelumnya:
Perempuan Di Pulau Ini Bisa Miliki Banyak Suami Dan Hidup Seatap


Menurut tokoh adat setempat, seorang pria atau wanita sama sekali tidak diperbolehkan melakoni perkawinan poligami/poliandri.


“Adat di Miangas tidak memperbolehkan laki-laki atau perempuan yang sudah menikah, memiliki lebih dari satu suami atau istri,” tegas Ratumbanua (Ketua Adat) Miangas, Eksam Larengo Pitaratu, saat diwawancarai Telegrafnews.co, di Melonguane, Senin (24/10) 2016.


Dia menjelaskan, jika ada pria atau wanita yang sudah menikah kedapatan berhubungan dengan pria atau wanita lain, maka kedua pihak akan dikenai sanksi adat, yakni berupa ‘Malaha Tata Wanua’ atau memberi makan para pentua adat. 


Beban adat ini dimaksudkan agar ada pembersihan diri dan kampungnya untuk menghindari malapetakan sebagai akibat dari perbuatan tercela itu.


“Sebelum ‘Mala Tata Wanua’ biasanya kedua pihak yang tertangkap basah itu diarak keliling kampung sambil memukul tambor dengan dilehernya dikalungkan kertas bertulis  ‘Jangan Contohi Saya’. Dan ini juga berlaku untuk warga yang tertangkap basah mencuri. Namun harus diakui, kalau sanksi seperti ini (diarak keliling kampung) mulai hilang,” ujarnya.


Sebaliknya, bila yang tertangkap basah bermesraan di tempat gelap atau berdua di rumah lewat tengah malam adalah pria dan wanita yang masih bujang, maka menurut Eksam, setelah melakukan ‘Malaha Tata Wanua’ keduanya kemudian disuruh kawin.


Namun, dikatakannya, yang menjadi persoalannya bila salah satu pihak, terutama laki-lakinya adalah pendatang (yang menetap sementara karena kerja) di Miangas. Sebab kebanyakan dari mereka tidak mau memberikan surat-surat nikah sebagai bukti kalau mereka sudah menikah sebelumnya.


“Saat ditangkap biasanya diminta surat-surat nikahnya. Nah disinilah masalah muncul, sebab ada yang tidak mau memberi surat-surat nikah. Sehingga apa pun yang terjadi, mereka tetap kita suruh kawin karena dianggap masih bujang dan sudah melanggar adat,” jelasnya.


“Namun, bila kemudian ada pihak yang keberatan maka kita tetap limpahkan ke polisi untuk proses secara hukum,” kuncinya. (reynaldus atapunang)

IMG-20250313-WA0005

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *