
Manado, FOXKAWANUA.COM
Keputusan dramatis Ketua Pengadilan Negeri (PN) Manado, Achmad Peten Sili, S.H., M.H., yang menyatakan eksekusi lahan Eks Corner 52 (Wisma Sabang) “Putusan Tak Dapat Dilaksanakan” adalah pengakuan pahit atas cacatnya proses hukum yang selama ini berjalan. Lebih dari sekadar sengketa tanah, kasus ini adalah alarm merah yang berdering keras bagi seluruh pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM) di Sulawesi Utara: Jika hukum dapat dibelokkan, maka tak ada selembar pun sertifikat yang benar-benar menjamin kepastian.
Cacat Fatal dalam Dalil Mafia
Eksekusi yang dipaksakan terhadap lahan milik dr. Junike Kabimbang, seorang pembeli beritikad baik dan pemilik SHM yang sah, bukanlah kekeliruan administrasi biasa. Ini adalah dugaan manuver mafia tanah yang menggunakan celah putusan lama (Perkara No.112/2004) sebagai tameng.
Fakta hukum yang terungkap sangatlah telanjang:
Salah Alamat (Non-Exigible): Putusan yang menjadi dasar eksekusi tidak pernah menggugat dr. Junike Kabimbang, melainkan pihak lain. Memaksakan eksekusi berarti PN Manado mencoba merampas hak milik pihak yang tidak bersalah dan tidak terlibat dalam perkara awal.
Objek Tidak Sesuai: Hasil konstatering (pemeriksaan lapangan) PN Manado sendiri membuktikan bahwa batas-batas fisik lahan tidak cocok dengan deskripsi dalam putusan.
Kemenangan yang Diabaikan: Dr. Junike Kabimbang bukan hanya memegang SHM, ia juga telah memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang berkekuatan hukum tetap. Mencoba mengeksekusi lahan ini sama dengan menginjak-injak dua keputusan hukum tertinggi sekaligus.
Ketika putusan yang didasarkan pada kecacatan faktual dan salah subjek ini tetap dipaksakan, kita harus bertanya: Siapa yang berani mengatur skenario gelap ini di belakang layar peradilan?
Pengadilan dan Oknum Aparat Sebagai “Tameng”
Dugaan keterlibatan oknum adalah inti dari krisis kepercayaan ini. Pemerhati hukum menyebutkan bahwa proses eksekusi terkesan dipaksakan, non-transparan, dan menunjukkan pola klasik kelompok mafia tanah.
Laporan mengenai oknum PN Manado yang diduga memberi ruang bagi skenario ini, ditambah dengan kehadiran oknum berseragam TNI di lokasi sebagai “pengawal” eksekusi, adalah penyalahgunaan kewenangan negara yang paling brutal. Seragam yang seharusnya melindungi rakyat justru digunakan sebagai tameng bagi kepentingan segelintir kelompok yang ingin merampas hak milik sah.
Keberanian pihak pemohon yang mencoba mengeksekusi lahan yang jelas-jelas dilindungi oleh SHM dan putusan PTUN hanya bisa terjadi jika mereka merasa memiliki dukungan institusional. Ini adalah aib bagi integritas lembaga peradilan kita.
Ancaman Nyata bagi Seluruh Warga Sulawesi Utara
Kasus Corner 52 bukan sekadar drama hukum lokal; ini adalah ancaman eksistensial bagi kepastian hukum properti di seluruh Sulawesi Utara.
Jika SHM dan kemenangan di PTUN dapat dikalahkan oleh putusan lama yang salah alamat, maka secara otomatis, setiap jengkal tanah bersertifikat di Sulut berada dalam bahaya.
Masyarakat tidak bisa hidup dalam ketakutan bahwa kapan saja putusan “bodong” dari masa lampau bisa digunakan untuk menggusur mereka, didukung oleh proses yang non-transparan dan oknum aparat. Kepastian hukum adalah fondasi ekonomi dan sosial. Jika fondasi ini dirusak, warga akan kehilangan motivasi untuk berinvestasi, dan konflik sosial akan mudah tersulut.
Menyelamatkan Integritas Hukum
Penghentian eksekusi oleh Ketua PN Manado adalah tindakan yang patut diapresiasi, namun itu hanyalah langkah awal. Keadilan sejati menuntut pembongkaran total jaringan yang mencoba bermain-main dengan hak rakyat.
Kami mendesak:
Mahkamah Agung (MA) harus segera melakukan pemeriksaan mendalam terhadap oknum-oknum PN Manado yang diduga terlibat memfasilitasi skenario mafia tanah.
Panglima TNI dan Polda Sulut harus menindak tegas oknum berseragam yang menyalahgunakan wewenang mereka untuk mengintimidasi warga dan melindungi kepentingan mafia.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus menjamin dan memperkuat kembali perlindungan terhadap SHM dr. Junike Kabimbang.
Negara tidak boleh membiarkan mafia tanah lebih perkasa daripada hukum dan sertifikat rakyat. Jika negara diam, keadilan akan mati, dan ketidakpastian akan merajalela di “Nyiur Melambai.”
Apakah Anda ingin saya mencari berita atau perkembangan terbaru lainnya mengenai kasus tanah Eks Corner 52?
Opini Roy Salibana
Tidak ada komentar