Pembebasan Lahan di Likupang, PT Haixing Nickel Smelter Diduga Gunakan Mafia Tanah

FOX News
4 Feb 2017 10:05
2 menit membaca
Aktivitas pengolahan biji bisi di pabrik smelter. (ilus)
TELEGRAFNEWS –  PT Haixing Nickel Smelter (HNS) yang hendak mendirikan smelter pengolahan biji nikel, dinilai tak transparan. Misalnya, pembebasan lahan di Desa Rinondoran dan Desa Pinenek, Kecamatan Likupang Timur, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. 
Total lahan dibutuhkan dalam investasi berbandrol Rp1,3 Triliun itu, seluas 150 hektar. Proses pembebasan tahap awal dimulai sejak Maret 2016 sebesar 50 hektar belum diselesaikan hingga Januari 2017. Dan anehnya, lahan-lahan milik warga tersebut dibeli bukan atas nama perusahaan tetapi perorangan yang diduga sengaja disiapkan PT HSN.
Tidak transparannya investasi PT HNS melakukan pembebasan lahan ditenggarai menghindari pembayaran Bea Pengolahan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Minut.
Penelusuran TelegrafNews, seluas 50 hektar tahap awal, baru sekira 30 hektar tanah-tanah warga dibeli di bawah tangan oleh oknum-oknum PT HSN tanpa tidak melibatkan beberapa pihak terkait. Seperti pemerintah desa (Kumtua), Notaris, serta instansi tekhnis dari Pemkab Minut.
Beberapa pemilik lahan di Desa Pinenek mengaku,  tanahnya yang masuk dalam pembebasan tahap awal, itu sudah dibebaskan namun yang membeli bukan atas nama PT HSN, tetapi oleh oknum berinisial ‘F’ dan transaksi pembayaran tidak melibatkan pemerintah desa.
“Oknum tersebut datang ke rumah, menawari tanah kami. Saya sempat tanya, kenapa tak ada notaris dan pemerintah desa dilibatkan. Itu pun pembayaran dicicil dan hingga kini belum lunas,” terangnya sembari meminta identitas dirahasiakn.
Masih menurut sumber, di kaget setelah mengetahui kalau tanah miliknya yang telah dijual itu nantinya dijadikan area pembangunan Smelter PT HNS.
“Saya menjual sebab berfikir itu untuk keperluan pribadi pembeli, ternyata untuk bangun pabrik pengolahan biji Nikel, ini kan aneh. Kasihan kami warga jadi korban dan daerah juga dirugikan,” ungkapnya lagi. 
Direktur Utama PT HNS Erik Wijaya dikonfirmasi tak menampik hal ini. Menurutnya, memang mereka lebih nyaman membeli lahan dari satu orang saja, ketimbang membeli ke  masing-masing warga.
“Yah kalau lewat masyarakatkan ribet, memang kami ingin membeli melalui satu orang saja sebagai pemilik lahan untuk membangun Smelter,” jawab dia santai saat dihubungi TelegrafNews. (redaksi)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *