Manado, FOXKAWANUA.COM
Jeffrey Sorongan, seorang aktivis sosial dan pendidikan, menyerukan langkah tegas terhadap salah satu calon rektor Universitas Negeri Manado (Unima), Joseph Philip Kambey, yang terseret dalam dugaan plagiarisme dan legalitas gelar Doktor bermasalah.
“Jika dugaan ini benar, maka pihak panitia pemilihan dan kementerian terkait harus berani mendiskualifikasi. Universitas adalah rahim pengetahuan yang melahirkan manusia berintegritas, bukan tempat untuk mencederai moral pendidikan,” tegas Sorongan, Senin (21/01/2025).
Pernyataan tersebut datang di tengah skandal yang mencoreng integritas akademik di Pemilihan Rektor Unima periode 2025-2030. Dugaan plagiarisme yang dilakukan Kambey, serta kejanggalan pada gelar Doktor yang disandangnya, telah menciptakan polemik yang mengundang perhatian nasional.
Plagiarisme yang Terbongkar
Kasus ini mencuat setelah Pelopor Angkatan Muda Indonesia (PAMI), melalui laporan Ketua Umumnya John Fredy Rumengan, membeberkan fakta bahwa Joseph Philip Kambey bersama dua penulis lainnya telah mengakui dan menarik kembali sebuah artikel yang mereka klaim sebagai karya mereka. Artikel berjudul The Urgency of Digital Capital and Community Intervention in Developing the Potential of Local Superior Product for Micro, Small, and Medium Enterprises (MSME) Jambi ternyata adalah karya asli milik Reza Prayoga.
“Ini adalah pelanggaran serius terhadap etika akademik. Calon rektor seperti ini tidak layak memimpin institusi pendidikan tinggi. Tindakan tegas harus diambil untuk menjaga martabat universitas,” ujar Rumengan.
Gelar Doktor Bermasalah
Selain plagiarisme, keabsahan gelar Doktor Kambey juga dipertanyakan. Berdasarkan laporan PAMI kepada Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi RI, gelar Doktor dalam bidang Ilmu Manajemen Konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia yang diperoleh Kambey dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada tahun 2013 ternyata tidak sesuai dengan izin program studi yang dikeluarkan oleh Kemendikbud.
Yang lebih mencurigakan, Kambey menyelesaikan program Doktor hanya dalam waktu enam bulan, dari April hingga Oktober 2013, sebuah durasi yang dianggap tidak mungkin memenuhi standar akademik untuk jenjang S3.
Pelanggaran Administratif Akademik
Fakta lain yang terungkap adalah status akademik Kambey pada saat kelulusan. Berdasarkan dokumen resmi, mata kuliah terakhir yang dikontraknya adalah Disertasi pada semester Januari–Juli 2013, namun ia dinyatakan lulus di luar semester tersebut, yakni Oktober 2013. Hal ini bertentangan dengan aturan administratif akademik yang berlaku.
Prof. Noldy Pelenkahu, anggota senat Unima, juga menyoroti bahwa ijazah S3 milik Kambey tidak pernah digunakan untuk kenaikan pangkat hingga 2020, meskipun ia telah dinyatakan lulus pada 2013. “Hal ini menunjukkan indikasi kuat bahwa gelar tersebut bermasalah dan tidak sah secara hukum,” jelasnya.
Desakan untuk Tindakan Tegas
Menurut Jeffry Sorongan, kejadian ini menjadi ujian besar bagi institusi pendidikan dan pemerintah. “Ketegasan sangat dibutuhkan. Jangan sampai integritas dunia pendidikan dikorbankan hanya demi ambisi individu. Pemimpin perguruan tinggi harus menjadi teladan moral dan intelektual, bukan terlibat dalam skandal yang memalukan,” ujarnya.
Melanggar Regulasi Nasional
Kasus ini juga bertentangan dengan sejumlah regulasi, termasuk Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 Pasal 4 huruf m, yang dengan jelas melarang seorang pemimpin perguruan tinggi terlibat dalam praktik plagiarisme. Selain itu, gelar Kambey yang diduga diperoleh dari program studi tanpa izin resmi melanggar Permendiknas Nomor 48 Tahun 2009 tentang izin dan tugas belajar.
Dampak bagi Dunia Pendidikan
Skandal ini tidak hanya merusak reputasi Unima, tetapi juga mencoreng wajah pendidikan tinggi Indonesia. Jika tidak ditangani secara serius, kasus ini dapat menciptakan preseden buruk bagi integritas akademik di masa depan.
Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari pihak terkait. Apakah Pemilihan Rektor Unima akan menjadi ajang pembuktian integritas dunia pendidikan, atau justru kembali tercoreng oleh praktik-praktik tidak etis?
Tidak ada komentar